Wednesday, November 12, 2008

Why I Love Star Trek?


Hey, who doesn't?
Well, most people don't. And mostly don't know if the film even exists!

I love Star Trek because it's perfect.
It introduces us with an ideal future world.
It gives us the the picture, imagine if dream becomes reality.
I have been interviewed by a nation-wide newspaper. I put here so you can understand why.

------------------------------------------------------------------------------------------

Star Trek adalah sebuah bentuk relevan sebuah peradaban di masa depan.
Dilaporkan oleh Dian Prasomya Ratriuntuk Koran Kontan, Selasa, 11 September 2007.

Komunitas penggemar Star Trek yang optimis tentang kehidupan di masa depanKisah yang hebat tak bakal lekang dimakan waktu. Meski trennya telah menyurut, kisah itu selalu bernyawa di hati penggemarnya. Inilah yang dibuktikan oleh para trekker, sebutan bagi penggemar StarTrek. Kendati sudah absen dari layar televisi lokal, peminatnya tetap bejibun.

Kelahiran komunitas penggemar StarTrek berawal di tahun 1990-an kala StarTrek:The Next Generation tengah tayang di RCTI. Ribuan orang meramaikan komunitas USS Batavia, USS Parahyangan, Trekkieslist, serta id-StarTrek. Sayang, berbagai komunitas itu kemudian vakum. Tahun 2003, milis StarTrek muncul di internet dan mulai menggalang ketertarikan. Namun keterkaitan emosional sebagai satu komunitas baru terasa saat mereka berkumpul pertama kalinya di dunia nyata pada April 2006. Saat ini, Indo-StarTrek telah membetot 325 orang anggota.

“Kita hidup di dua dunia, dunia nyata dan dunia StarTrek. Jadi kami kerap mengambil momen-momen penting di dunia StarTrek untuk ngumpul dan merayakan sesuatu,” tutur Erianto Rachman, moderator milis. Kata Eri, anggota komunitas ini benar-benar hasil saringan. Tanpa filmnya, mereka masih bisa menjiwai. Memang, setelah seri StarTrek selesai, banyak ide-ide cerita yang menggantung dan memicu penasaran. “Nah, siapa lagi yang bisa diajak diskusi kalau bukan sesama penggila StarTrek,” lanjutnya.

Di Indonesia, menemukan seorang trekker memang bagai sebatang jarum dalam segebung jerami. “Susah karena filmnya enggak ada, bukan dalam bentuk buku yang mudah dibaca, plus DVDnya yang sukar dicari,” jelas Ismanto Hadi Saputro, moderator milis. Kebetulan Eri dan Manto sudah gemar film ini sejak duduk di bangku Sekolah Dasar.

Kecintaan pada film karya Gene Roddenberry ini membawa pengaruh positif dalam hidup mereka. “Saat ini banyak spekulasi mengenai masa depan yang semrawut, seperti ancaman perang nuklir dan pemanasan global. Nah, StarTrek justru memberikan gambaran optimis mengenai masa depan,” tandas Manto. Dunia StarTrek memang menggambarkan semesta yang optimis saat umat manusia telah memusnahkan penyakit, rasisme, kemiskinan, intoleransi, dan perang. Para karakter utamanya mengeksplorasi galaksi, menemukan dunia dan peradaban baru sembari mengutamakan perdamaian.

“Roddenberry memperkenalkan filosofi baru, misalnya mengenai cara menyelesaikan konflik. Ia bertutur tentang masa depan tanpa uang, saat manusia bekerja semata demi kemanusiaan,” jelas Eri. Gambaran tentang masa depan utopis itu membuat para trekker semakin sadar untuk menjaga kelestarian bumi. “Jangan heran bila kami jadi tak bisa melihat sampah. Kita berupaya supaya lingkungan sekitar selalu bersih,” paparnya.

“To boldly go where no Indonesian has gone before,” adalah moto yang mereka pegang dalam komunitas. Maksudnya, mereka membuka diri terhadap segala macam pemikiran yang melintas. “Startrek merupakan sebentuk maket peradaban,” cetus Syaiful Bahri, seorang trekker. Makanya diskusi para trekker bisa merambah beragam topik. Mulai dari cerita, setting film, kostum, teknologi, fisika, filsafat, sosial, manajemen, serta organisasi.

Iful tergolong trekker yang rajin mengoleksi barang yang berhubungan dengan StarTrek. Tercatat, ia telah memiliki 60-an buku, 700-an film, kostum, plus berbagai pernak-pernik. “Karena aksesnya di Indonesia agak susah, saya berburu secara online. Kadang juga nitip bila ada kenalan yang bertandang ke luar negeri,” papar Iful. Barang-barang itu bisa diperolehnya di Singapura, Jerman, dan Inggris.

Saking tingginya pamor StarTrek, jurusan Sosiologi University of Erfurt (Jerman) punya mata kuliah bertajuk Politik dan Utopia dalam StarTrek. Ketiga trekker ini memang meyakini, mengulik dunia StarTrek tak bakal ada habisnya. Pernah, seribu e-mail lalu lalang di milis dalam waktu sebulan.

Bukan Sekadar Teknologi Khayalan

Secara teori, berbagai terobosan teknologi yang diperkenalkan seri StarTrek sebenarnya bisa direalisasikan dan menyelesaikan banyak permasalahan. “Contohnya replicator, mesin yang bisa mengubah molekul di udara menjadi apapun yang kita inginkan. Bumi kembali ke keadaan awal karena kita tak perlu mengambil sumberdaya,” jelas Ismanto Hadi Saputro, moderator milis.

Erianto Rachman menambahkan, StarTrek merupakan visualisasi dari sesuatu yang sekarang masih berbentuk teori. Sains yang melandasi StarTrek membuat beberapa teknologi yang dulunya hanya khayalan bisa diwujudkan. Ingat, seri ini mulai dibuat sejak pertengahan 1960-an. Di masa itu, tentu sulit membayangkan ada teknologi telepon genggam, bluetooth, dan laptop. Wujud komputer saja masih segede gajah. Nyatanya, saat ini barang-barang tesebut sudah bisa diproduksi.

Kata Eri, Gene Roddenberry adalah seorang ilmuwan yang berteori bukan lewat jurnal atawa buku namun lewat film. “Alhasil, ceritanya sangat mengena. Gara-gara melihat StarTrek, saya jadi kepincut dengan ilmu fisika", cerita Eri


------------------------------------------------------------------------------------------




No comments: